MENGUKUR RELEVANSI KEBIJAKAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KABINET INDONESIA MAJU DENGAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

MENGUKUR RELEVANSI KEBIJAKAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KABINET INDONESIA MAJU DENGAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
MAKALAH

Disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Landasan Pendidikan
Dosen pengampu : Hikmah, S.Pd., M.Pd.



Oleh :
Muhammad Teguh Saputra (1404619041)

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
FAKULTAS ILMU SOSIAL

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

    Pada tahun 2019, Nadiem Makarim selaku CEO GO-JEK resmi dilantik sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, yang tentunya memiliki latar belakang skala Internasional, dengan latar belakang tersebut, penulis sangat tertarik untuk membahas seputar hal tersebut, karena jelas, pendidikan di tiap negara memiliki karakteristik yang berbeda – beda dan berdasar kepada sesuatu yang berbeda – beda pula, sedangkan di lain sisi Nadiem Makarim lebih banyak menghabiskan waktu belajarnya di luar negara Indonesia.
    Dalam makalah ini, penulis mencoba mengukur dan mengkritisi kebijakan Nadiem Makarim dalam mengambil Kebijakan Nasional. Kebijakan Nasional tentu harus dibentuk dan disesuaikan dengan segala dimensi yang bersifat Nasional ataupun Kearifan Lokal. Pengertian berdasar pada karakteristik bangsa Indonesia, bukan berarti tidak terbuka terhadap dunia global, karena boleh saja mengadopsi sistem Internasional tetapi harus pula melihat kecocokan dengan bangsa Indonesia sendiri. Penulis di sini bermaksud untuk menyodorkan argumentasi ilmiah agar perbaikan sistem menuju kemajuan peradaban Indonesia akan terwujud.
    Penulis berharap dengan adanya makalah ini, selain sebagai pemenuhan tugas Landasan Pendidikan, tapi juga dapat berkontribusi di dunia pendidikan sebagai referensi ataupun acuan dalam membentuk sistem pendidikan.
.

Jakarta, 05 Desember 2019


Muhammad Teguh Saputra

BAB 1
PENDAHULUAN

⦁     Latar Belakang
Tahun 2019 Presiden Republik Indonesia telah menetapkan Nadiem Makarim sebagai
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Republik Indonesia dalam Kabinet Indonesia Maju. Nadiem memiliki latar belakang sebagai Pengusaha dan berpendidikan Internasional, hal ini tentu menjadi polemik di masyarakat umum karena latar belakang tokoh tersebut, terutama latar belakang sebagai pengusaha. Berikut adalah jejak pendidikan Nadiem Makarim :
  • ⦁    SMA = Berpindah dari Jakarta ke Singapura. Salah satunya di United World College of Southeast Asia
  • ⦁    S1   = Hubungan Internasional Brown University, Amerika Serikat (AS)
  • ⦁    S2   = Master of Business Administration Harvard Business School, Amerika Serikat(AS)
  • Berikut adalah jejak Nadiem Makarim sebagai pengusaha :
  • ⦁    Konsultan McKinsey & Co (20016-2009)
  • ⦁    Co-Founder dan Managing Director Zalora Indonesia (2011-2012)
  • ⦁    Chief Innovation Officer Kartuku (2013-2014)
  • ⦁    Co-Founder dan eks CEO Gojek (2010-2019)
Tentunya tidak dapat dinafikan bahwa latar belakang tersebut berpengaruh terhadap baik buruknya pemilihan Kebijkan Nasional Pendidikan yang dirancang olehnya. Sebagai seorang pengusaha, keterkaitan antara visi, teknologi, serta hubungan internasional telah kental dalam dunia usaha masa kini. Juga didukung dengan pendidikan Internasional yang menjadi faktor keterbukaan pikiran dan keluasan wawasan yang ada pada dirinya. Tapi, apakah latar belakang tersebut Kemendikbud dengan kebijakannya dapat merancang ataupun memodifikasi Sistem Pendidikan Nasional agar sesuai dengan kebutuhan dan tabiat Bangsa Indonesia ?. Berikut beberapa kebijakan dari Nadiem Makarim :
  • ⦁    Pertama, prioritaskan pendidikan karakter dan pengamalan pancasila.
  • ⦁    Kedua, potong semua regulasi yang menghambat terobosan dan peningkatan investasi.
  • ⦁    Ketiga, kebijakan pemerintah harus kondusif untuk menggerakkan sektor swasta agar meningkatkan investasi di sektor pendidikan.
  • ⦁    Keempat, semua kegiatan pemerintah berorientasi pada penciptaan lapangan kerja dengan mengutamaan pendekatan pendidikan dan pelatihan vokasi yang baru dan inovatif.
  • ⦁    Kelima, memperkuat teknologi sebagai alat pemerataan baik daerah terpencil maupun kota besar untuk mendapatkan kesempatan dan dukungan yang sama untuk pembelajaran. (Kemendikbud, 2019)
  • Sistem Pendidikan di Indonesia tentu berdasar pada Landasan Pendidikan yang sesuai dengan berbagai dimensi kehidupan yang ada di suatu negara, atau tegasnya di Negara Republik Indonesia. Dikatakan harus sesuai, karena Imam Razi berkata bahwa watak manusia berkaitan dengan letak geografis (Ar-Razi,1150-1210 M). Maka, hal itu berarti berbeda negara berbeda pula wataknya.
  • Sistem Pendidikan Nasional tidak dapat terbentuk oleh sistem yang di adopsi total dari luar bangsa itu sendiri, tetapi jika hanya mengadopsi sebagian dan cocok terutama untuk kemajuan, maka dapat menjadi faktor pendukung peradaban pendidikan di Indonesia, karena jika dipaksakan pengadopsian sistem secara acak, akan ada ketidakcocokan yang outputnya berdampak pada tidak efektifnya dalam perkembangan potensi yang ada pada individu pelajar. Maka, Kebijakan Kemendikbud dalam Sistem Pendidikan Nasional harus dibentuk atas dasar kesesuaian dan kebutuhan dengan dimensi suatu negara.

⦁     Rumusan Masalah

  1. ⦁    Seberapa relevan kebijakan tersebut dengan realitas Landasan Pendidikan di Indonesia ?
  2. ⦁    Jika tidak relevan, apa solusinya ?


⦁           Tujuan

  1. ⦁    Mengukur relevansi kebijakan Kemendikbud dengan sistem dan landasan pendidikan nasional.
  2. ⦁    Makalah ini dapat menjadi acuan dan referensi dalam proses belajar mengajar yang efektif.
BAB II
PEMBAHASAN

⦁    Pendidikan, Pendidikan Nasional, dan Sistem Pendidikan Nasional
Dalam pengertiannya, Pendidikan itu ialah membantu perkembangan masing – masing dari jasmani dan akal dengan sesuatu yang memungkinkan tercapainya kesempurnaan.(Plato). Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan pancasila dan UUD negara republik indonesia tahun 1945 yang berakar pada nilai – nilai agama, kebudayaan nasional indonesia dan tanggap terhadap tuntutan jaman. Sistem Pendidikan Nasional adalah komponen-komponen yang saling bekerja sama untuk mencapai tujuan agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan potensi di dalam dirinya yang dijiwai oleh kebudayaan masing – masing bangsa yang sarat akan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang melalui sejarah.
Berbagai pengertian tersebut tentu sudah semestinya menjadi acuan falsafah dalam menentukan sikap dan mengelola pendidikan di Indonesia, tetapi realitasnya pada tahun 2013, indeks pendidikan di Indonesia berada pada peringkat 108 dari 187 negara yang diteliti di dunia. Dan pada 2017, Indonesia ada di posisi ketujuh di ASEAN dengan skor 0,622. Skor tertinggi diraih Singapura, yaitu sebesar 0,832. Peringkat kedua ditempati oleh Malaysia (0,719) dan disusul oleh Brunei Darussalam (0,704). Pada posisi keempat ada Thailand dan Filipina, keduanya sama-sama memiliki skor 0,661.. Maka, dalam hal ini berarti pembuat kebijakan periode sebelumnya serta masyarakat belum mampu bersinergi secara optimal dalam membangun pendidikan nasional bersama.
Hal ini tentu harus menjadi perhatian bersama, bahwa pemerintah dengan masyarakat harus mengkritisi dan bersinergi untuk dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, karena hanya dengan sinergi dan kesesuaianlah dapat terwujudnya peningkatan yang signifikan terhadap indeks pendidikan nasional, terutama pengambil kebijakan pendidikan, yaitu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Maka, pantaslah kita kritisi kebijakan mengenai pendidikan yang baru dikeluarkan oleh Mendikbud, Nadiem Makarim pada tahun 2019 ini.


⦁    Mengukur Kebijakan Mendikbud

⦁    Pertama, prioritaskan pendidikan karakter dan pengamalan pancasila.
Dalam kebijakan ini, dapat dinyatakan relevan dengan Pendidikan Nasional, karena berasas pada pancasila, yang dimana menurut Ki Hajar Dewantoro, pancasila menjelaskan serta menegaskan corak warna atau watak rakyat kita sebagai bangsa-bangsa yang beradab, bangsa yang berkebudayaan, bangsa yang menginsyafi keluhuran dan kehalusan hidup manusia, serta sanggup menyesuaikan hidup kebangsaannya dengan dasar perikemanusiaan yang universal, meliputi seluruh alam kemanusiaan, yang seluas-luasnya, pula dalam arti kenegaraan pada khususunya.
Kata “pengamalan” sudah mewakili UUD 1945. Hal terebut karena menurut Irmanputra Sidin,  Lima sila ini dijabarkan seluruhnya dalam UUD 1945. Selain itu, pendidikan karakter sudah sesuai dengan tabiat bangsa Indonesia sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai agama, norma, dan moral dalam kesehariannya.
Ilmu Pengetahuan dan Pengajaran merupakan sesuatu yang natural bagi dalam peradaban manusia. (Ibnu Khaldun, 1332-1406 M). Dikatakan natural karena ketika pengabungan pemikiran suatu individu pada suatu bidang yang ditekuninya, tidak sekedar melahirkan pemahaman dan  pengetahuan saja, tetapi insting. Maka, kata “Prioritas” pada kebijakan tersebut sudah tepat, karena memprioritaskan hal – hal dasar sangatlah penting, selain itu, insting hanya akan terbentuk dari ketekunan dalam berilmu, sehingga jiwa pancasila serta karakter bernilai akan melekat pada diri dan menjelma menjadi suatu insting dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.


⦁    Kedua, potong semua regulasi yang menghambat terobosan dan peningkatan investasi
Inilah salah satu kebijakan yang tidak relevan bagi sistem pendidikan, karena kata “semua” adalah meliputi keseluruhan aspek. Permasalahannya adalah apakah yang menghambat itu selalu berkonotasi negatif, walaupun dihubungkan dengan kata terobosan dan investasi ?, dan apakah peningkatan investasi lebih banyak kebaikannya daripada keburukannya untuk kemajuan dan kemaslahatan ?. Andai pemotongan regulasi ini hanya berlaku untuk menghambat terobosan, maka akan jauh lebih baik, karena terobosan dalam aksi maupun pikiran, selamanya tidak akan dapat dibatasi, yang ada hanya dapat dikendalikan.
Menurut Ibnu khaldun, manusia pada dasarnya memiliki sifat domineering being atau kemauan menguasai atau mendominasi sesuatu. Maka, ketika regulasi pendidikan tunduk pada investasi dari investor, konsekuensinya akan memenjarakan tujuan pendidikan yang awalnya bertolak pada kemerdekaan pengembangan potensi yang ada pada diri siswa, menjadi pemaksaan pengembangan potensi diri siswa menuju apa yang dibutuhkan pasar industri.
 Maka, yang dibutuhkan adalah bukan pemotongan semua regulasi yang menghambat investasi, tetapi potong semua investasi yang melanggar regulasi atau potong semua regulasi yang menghambat pembangunan berkelanjutan, karena apabila hanya tunduk pada aspek investasi, resikonya adalah regulasi yang mementingkan sektor lain seperti lingkungan, moralitas, dan lain-lain berpotensi dilanggar haknya.
⦁    Ketiga, kebijakan pemerintah harus kondusif untuk menggerakkan sektor swasta agar meningkatkan investasi di sektor pendidikan.
Offical Support  atau dukungan pemerintah: Peran pemerintah dalam menyediakan peraturan dan infrastruktur fisik yang diperlukan agar ekonomi terus tumbuh. Maka pemerintah untuk menaikkan ekonomi harus membuat regulasi yang memfasilitasi terwujudnya keseimbangan seluruh sektor agar tetap kondusif, dalam sektor pendidikan, lingkungan, kebudayaan, dan lain – lain.
Kebijakan ini dapat dikatakan relevan, karena dapat membantu meningkatkan kualitas pendidikan.Salah satu penggerak investasi swasta adalah kebijakan pemerintah yang kondusif, karena dengan kondusifnya suasana politik, akan meningkatkan kepercayaan investor pada pemerintah, tidak seperti kebijakan yang kontroversial seperti beberapa hari yang lalu mengenai RUU KPK yang dapat mengakibatkan penurunan kepercayaan investor kepada negara khususnya di sektor pendidikan.
Kondusifnya kebijakan adalah hasil dari keseimbangan regulasi dalam segala aspek, yang tentunya juga termasuk regulasi dalam dunia pendidikan. Sehingga dengan adanya keseimbangan ini antara sektor pendidikan dengan investasi dapat bersinergi tanpa melanggar hak sektor lain.
⦁    Keempat, semua kegiatan pemerintah berorientasi pada penciptaan lapangan kerja dengan mengutamaan pendekatan pendidikan dan pelatihan vokasi yang baru dan inovatif.
Revolusi industri 4.0 merupakan faktor eksternal yang menjadi sebuah tantangan dalam dunia pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kecakapan hidup di abad 21. Kecakapan hidup abad 21 meliputi : kemampuan berikir kritis, kreativitas, komunikasi, dan kolaborasi. (Andy, 2019).
Maka, sudah tepat kebijakan ini, karena sudah sepantasnya pemerintah mengutamakan pendekatan pada pendidikan dan pelatihan vokasi dengan inovatif untuk bersinergi menciptakan lapangan kerja, tentu hal ini agar dapat menjawab tantangan yang telah disebutkan sebelumnya, yang salah satunya dengan melakukan modifikasi pada kurikulum yang ada agar mencakup kompetensi – kompetensi yang berguna di era ini.
Ketika dinamika kehidupan terus berubah seiring waktu, maka ada kompetensi – kompetensi yang berguna dalam situasi apapun, seperti yang disebutkan sebelumnya dan diperkuat dengan apa yang dikatakan Mendikbud, “kompetensi – kompetensi yang akan paling berguna untuk perubahan apapun, yaitu creativity, kolaborasi, communication, critical thinking, computation logic, dan compassion.”. Hal tersebut dapat menjadi acuan bagi kurikulum.
Kurikulum dalam pengertian sebenarnya adalah proses – proses pembuatan kebijakan yang relevan yang dilakukan oleh semua pihak pendidikan yang berkepentingan. Maka kebijakan keempat ini, sudah relevan dalam mencerminkan salah satu sistem pendidikan yaitu berupa kurikulum, karena melibatkan pembuat kebijakan, maupun peserta didik sebagai agen pencipta lapangan kerja dalam menjawab kebutuhan pendidikan masa kini.
⦁    Kelima, memperkuat teknologi sebagai alat pemerataan baik daerah terpencil maupun kota besar untuk mendapatkan kesempatan dan dukungan yang sama untuk pembelajaran.
Pemerataan pendidikan tentu saja bukan hanya kesamaan bahwa warga telah sama-sama memperoleh pendidikan, namun cakupan pemerataan pendidikan juga harus dimaknai dengan adanya standar nasional mengenai kualitas pendidikan, sarana dan prasarana pendidikan yang memadai, dengan ruang lingkup ketersediaan guru, peralatan serta mutu belajar mengajar dan kemampuan siswa di setiap sekolah untuk menjadi yang terbaik dan memberikan hasil terbaik bagi kemajuan pendidikan. (Ratna, 2019)
Maka kebijakan kelima, kurang relevan, karena teknologi adalah benda mati yang tidak dapat dijadikan alat pemerataan tanpa adanya yang memfasilitasi untuk memfungsikannya, yang dapat dijadikan alat pemerataan kesempatan dan dukungan sesungguhnya dimulai dari ketersediaan guru yang berkompeten mengikuti arus teknologi. Maka, yang tepat adalah ketersediaan guru yang berkompeten dan penguatan teknologi sebagai cara untuk pemerataaan untuk mendapatkan kesempatan dan dukungan ynag sama untuk pembelajaran.

BAB III
PENUTUP

3.1.    Kesimpulan
    Dari data dan argumen tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar kebijakan tersebut relevan dan efektif dengan sistem pendidikan nasional yang ada di Indonesia, namun masih ada beberapa yang tidak relevan, beberapa hal tidak relevan tersebut disebabkan :
  • ⦁           Terlalu bertumpu pada investasi yang nantinya akan berdampak pada komersialisasi pendidikan, karena akan memenjarakan tujuan pendidikan yang awalnya bertolak pada kemerdekaan pengembangan potensi yang ada pada diri siswa, menjadi pemaksaan pengembangan potensi diri siswa menuju apa yang dibutuhkan pasar industri.
  • ⦁           Ketika regulasi tunduk pada aspek investasi saja, resikonya adalah regulasi yang mementingkan sektor lain seperti lingkungan, moralitas, dan lain-lain berpotensi dilanggar haknya.
  • ⦁           Teknologi adalah benda mati yang tidak dapat dijadikan alat pemerataan tanpa adanya yang memfasilitasi untuk memfungsikannya, karena teknologi adalah benda mati yang tidak dapat dijadikan alat pemerataan tanpa adanya yang memfasilitasi untuk memfungsikannya.
  • Maka solusi dari hal tersebut adalah :
  • ⦁           Potong semua investasi yang melanggar regulasi atau potong semua regulasi yang menghambat agenda pembangunan berkelanjutan, bukan hanya memotong regulasi yang menghalangi investasi.
  • ⦁          Sediakan guru yang berkompeten dan penguatan teknologi sebagai cara untuk pemerataaan untuk mendapatkan kesempatan dan dukungan ynag sama untuk pembelajaran.

3.2.    Saran
    Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu, apabila ada kesalahan dalam diksi ataupun pemaknaan mohon dimaklumi. Penulis berharap, dengan adanya makalah ini, dapat menjadi gambaran umum ataupun referensi bagi tolak ukur penilaian terhadap kebijakan yang dikritik, dan penulis juga berharap pembaca dapat mengembangkan lebih detail dan ilmiah lagi dalam menilai hal tersebut.     

DAFTAR PUSTAKA

Ar- Razi, Imam Fakhruddin.2017. Kitab Firasat(Ilmu Membaca Sifat dan Karakter Orang dari Bentuk Tubuhnya. Jakarta : Turos Pustaka
Hadiyanto, Andy.(2019). ISLAM  DAN KEBUDAYAAN. Jurnal dipresentasikan pada Seminar Nasional Formasi & Tranformasi Kebudayaan Islam di Nusantara, Oktober 13, Jakarta
Handayani, Septi.(2015).Sistem Pendidikan Nasional. Retrieved from
blog.unnes.ac.id
Hikmah.(2019). Sistem Pendidikan Nasional. Dipresentasikan pada mata kuliah Landasan Pendidikan, November 26, Jakarta
http://hdr.undp.org/en/content/education-index
https://ombudsman.go.id
https://tekno.tempo.coHusaini, Adrian, et. al.(2013). FILSAFAT ILMU Perspektif Barat dan Islam.Jakarta : GEMA INSANI
Jazadi, Iwan. (2005), “ Evaluasi dan Pengembangan Proses Belajar-Mengajar di Perguruan Tinggi” Jurnal Ilmu Pendidikan, Vol 12, No 1, hal. 9
Khaldun, Ibnu.(2016).Mukaddimah IBNU KHALDUN. Masturi Ilham, et. al, penerjemah. Jakarta (ID) : PUSTAKA AL-KAUTSAR
Makarim, Nadiem.(2019).Simposium Internasional Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah. www.youtube.com : Jakarta.42 mins.
Sidin, Irmanputra.(2019).Indonesia Layers Club (ILC) dengan tema “Maju-Mundur Izin FPI”. TvOne : Jakarta. 2 hours 35 mins.
Tse, Edward. (2018). CHINA’S DISRUPTORS. Vela Andapita, penerjemah. Jakarta (ID) : PT. Elex Media Komputindo
www.kominfo.go.id
www.kompas.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jangan pandang

Resume Buku "Robohnya Dakwah di Tangan Da’i"

Nikmatnya Menghafal