KONSEP REFORMASI PENDIDIKAN MUHAMMAD ABDUH

RESENSI BUKU
KONSEP REFORMASI PENDIDIKAN MUHAMMAD ABDUH 
OLEH : MUHAMMAD ANDIKA

Judul buku : pelopor pendidikan islam paling berpengaruh 

A. Antara revolusi pendidikan dan reformasi pendidikan
Semenjak puluhan abad lampau, ketika filsuf yunani plato menulis karya besarnya republik, ranah pemikiran sosial-politk-pendidikan mendapatkan sebuah polemik yang penting menjadi polemik dan perdebatan panjang hingga detik ini, plato melihat bahwa masyarakat Athena saat ini tengah sakit dan terpuruk akibat sejumlah persoalan. Dalam kapasitasnya sebagai seorang pemikir, ia ingin membuat masyarakatnya bangkit dari keterpurukan dan berdiri tegak. Ia kemudian menyimpulkan bahwa kejatuhan athena disebabkan  ketiadaan “keadilan” di dalamnya dan bahwa merekonstruksi masyarakat di atas pondasi dasar keadilan tidak akan pernah terwujud kecuali dengan merekonstruksi sistem pendidikan. Jadi, plato seolah-olah menggunakan jargon, “jika kita hendak memajukan,memperbaiki,dan mengubah masyarakat maka kita juga harus memajukan, memperbaiki, dan merubah sistem pendidikan. Muncul anggapan bahwa pendidikan adalah sub-sistem dari sistem sosial-kemasyarakatan beserta seluruh elemen yang ada didalamnya. Ketika sub-sistem ini mengalami keterpurukan maka itu merupakan cerminan dari keterpurukan yang dialami oleh masyarakat dalam skala yang lebih besar. Jadi, masyarakat seolah-olah”mendikte” segala gerak-gerik pendidikan. Jika sebuah masyarakat menganut feodalisme maka pendidikan akan dijalankan di atas produk hubungan-hubungan sosial dan struktur-struktur yang ada di dalamnya, seperti berbagai nilai, orientasi, dan konsep yang dianut oleh kebudayaan masyarakat tersebut. Jika masyarakat mengalami kemajuan maka pendidikan pun akan mengalami hal yang sama. Mustahil  terdapat pendidikan yang maju di dalam masyarakat terbelakang, dan mustahil pula terdapat pendidikan yang terbelakang di dalam masyarakat maju. Sebagaimna mereka mengatakan bahwa “ akal yang sehat terdapat di dalam tubuh yang sehat”, kita juga mengatakan bahwa “pendidikan yang sehat baru terjadi jika masyarakat juga sehat”.

Muhammad abduh ingin berperan di dalam kebangkitan peradaban umat yang tengah dihantam oleh badai keterbelakangan. Ia melihat bahwa jalan menuju itu adalah “pendidikan” , tetapi bukan setiap pendidikan , melainkan pedidikan yang berasaskan referensi keagamaan islam. penulis mengingatkan bahwa tidak setiap referensi keagamaan islam yang dimaksud oleh abduh, tetapi referensi keagamaan islam yang selaras dengan semangat zaman, yang melihat ke masa depan, yang membenarkan ilmu pengetahuan dan bisa bekerjasama dengannya, yang sejalan dengan elasistas akal dan konsep yang berdiri di atas dialog, toleransi dan ijtihad.  Sebagian besar negara-negara islam saat itu, baik yang sudah merdeka maupun yang masih berada di tangan asing, tidak lain hanyalah pemerintahan yang lalim dan diktaktor. Upaya menguatkan politik tertentu atau menghancurkan politik lain, baik dengan jalan agama maupun ilmu pengetahuan, berakibat buruk bagi agama dan ilmu pengetahuan itu sendiri. Adalah seseuatu yang lumrah dan bisa dimaklumi jika abduh kemudian melakukan pendekatan politik kepada para pemegang kekuasaan demi memenuhi berbagai tuntutan reformasi yang diusungnya. Muhammad abduh bukan tidak mau mengapresiasi kerja keras orang-orang yang ingin merealisasikan kehidupan konstitusional dan perwakilan. Abduh bahkan menganggap mereka sebagai “ orang-orang berakal”. Tetapi sebagaimana orang yang berijtihad yang bisa salah, mereka dianggap Abduh sebagai “ orang-orang yang salah dalam mengambil keputusan”, Muhammad Abduh menjelaskan gagasan tentang perlunya keberangsuan (graduasi) didalam reformasi umat. Ia menulis, “salah bahkan bodoh jika kita membebani umat untuk melakukan seseuatu yang tidak diketahui kebenarannya, atau menuntut mereka agar mengerjakan seseuatu yang berada di luar kemampuan mereka dalam sekali waktu. Ini sebagaimana membebani satu otang untuk melakukan seseuatu yang tidak dipahaminya atau seseuatu yang memang tidak bisa dilakukan. Yang bijaksana adalah menanamkan pemahaman di akal individu-individu umat terhadap satu tujuan yang diinginkan, lalu menuntut sejumlah perbaikan  di dalam akal mereka secara pelan-pelan, sampai setelah beberapa tahun mereka tanpa sadar  telah melepaskan berbagai kebiasaan dan pemikiran yang jauh lebih mendalam dan tinggi. Akan tetapi, jika mereka diberi batasan-batasan yang tidak mereka ketahui intinya, atau jika mereka dibebani satu pekerjaanyang tidak biasa mereka kerjakan, kita akan melihat keputusasaan pada diri mereka akibat kaburnya maksud yang hendak dicapai  dan sesatnya pemikiran yang tidak pernah terlintas di benak mereka. Mungkin itu semua bisa mengeluarkan mereka dari kondisi pertama yang mereka alami, tetapi untuk menuju satu kondisi yang jauh lebih buruk dari yang pertama.”

Muhammad abduh mengampanyekan konsepnya ke berbagai gerakan pembaharuan dan reformasi keagaaman di negara-negara lain selain mesir. Rekomendasi abduh tersebut meliputi tiga poin penting.
1. Bersungguh-sungguh dalam mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu agama dan dunia.
2. Bersungguh-sungguh dalam mengembangkan dan memajukan negara melalui cara-cara yang dianjurkan, selain juga memajukan taraf kehidupan.
3. Melakukan rekonsiliasi dengan pihak pemerintah dan tidak menceburkan diri ke dalam dunia politik

B. Landasan filosofis bagi reformasi pendidikan

dalam disiplin ilmu pendidikan saat ini, pendidikan diartikan sebagai “proses implementasi”  bagi sejumlah pemikiran dan konsepsi-konsepsi filsafat. Barangkali bukti yang paling tepat untuk ini adalah apa yang ditulis plato di buku terkenalnya, republik. Plato menggambarkan dialog panjang antara aristoteles dan murid-muridnya  tentang konsep keadilan. Dialog ini berakhir dengan kesimpulan realisasi atas konsep filsafat ini (keadilan) menurut diciptakannya sebuah sistem pendidikan dengan spesifikasi-spesifikasi tertentu. Jadi, pendidikan tak lain adalah kerja implementatif yang ditunjukkan untuk pembentukan diri dan penerapan berbagai konsep pemikiran dan filsafat yang diyakini kebenarannya.

Di sini, kita bisa melihat perbedaan antara landasan filosofis dan referensi pemikiran. Yang jelas, referensi pemikiran adalah kerangka umum dan orientasi yang mau tuju secara keseluruhan.  Sementara itu, pilar-pilar filosofis adalah sekumpulan konsep dasar yang diambil sama seperti “konstitusi” (UUD), lalu landasan –landasan filosofis itu Cuma perundang-undangan, sementara sikap atau pandangan pendidikan itu sama seperti “keputusan menteri” yang menentukan cara pelaksanaan perundangan-undangan.

KEBEBASAN BERPENDAPAT

kerja pendidikan mustahil bisa dikerjakan tanpa memiliki keyakinan penuh atas kebebasan manusia dalam berkehendak. Abduh adalah orang yang berpegang teguh pada prinsip kebebasan berkehendak ini dan menjadikan sebagai salah satu persoalan penting. Orang berakal pasti bisa melihat perbedaan antara kebebasan manusia dalam menetukan perilakunnya dan kekuasaan allah dalam mengatur akhlak berbagai umat atau dalam menyelipkan “watak” kepada mereka. Kebebesan manusia dalam menetukan perilakunya termasuk sesuatu yang diyakini oleh hati kecil yang tidak mungkin diabaikan kecuali oleh orang yang tidak mengetahui dirinya sendiri. Sementara itu, perbedaan wadak dan tabiat berbagai umat tidak bisa diubah oleh siapapun, tetapi merupakan ciptaan sebagaimana langit dan bumi.

Prinsip kebebasan manusia dalam berkehendak ini juga telah dikuatkan oleh praktik perbuatan dan perkataan nabi muhammad. Nabi adalah sosok pekerja keras yang tidak pernah kenal lelah, sosok yang rajin yang tidak pernah bosan, dan sosok yang selalu bersungguh-sungguh yang tidak ada seorang pun yang bisa menandinginya. Pernah dinukil sebuah riwayat yang menceritakan bahwa nabi bersantai di atas tempat tidurnya dan hanya menerima ketentuan tuhan seraya berkata, “karena kemenangan telah ditakdirkan untukku maka aku tidak akan berlelah-lelah berusaha, dan karena jaminan Allah atas keunggulan kalimat agama-nya maka aku tidak akan bekerja keras”?! tidak! Nabi justru bertambah giat dalam berusaha dan bekerja

MEMBERI AKAL TEMPAT SEMESTINYA

Muhammad abduh meyakini peran penting yang dimiliki oleh akal.  Oleh karena itu, dalam kitab risalah at-tauhid, abduh menegaskan bahwa persoalan keagaamn tidak mungkin bisa dipahami dan dibenarkan kecuali melalui akal, seperti perihal mengetahui eksistensi Allah dan sifat-sifatnya dan perihal pengutusan para rasul beserta ilmu yang diwahyukan pada mereka. Abduh melanjutkan, agama menghargai akal manusia dan mendudukkannya di tempat tinggi. Kita tidak dituntut untuk hanya menerima persoalan-persoalan keagamaan yang disebutkan di dalam Al-Quran, tetapi juga diperintahkan untuk menggunakan argumentasi-argumentasi logis-rasional dalam menyangkal keraguan sebagian orang.

Menurut abduh, hal mendasar yang melatarbelakangi kemunduran dan kemujudan ilmu-ilmu  agama adalah hilangnya ijtihad yang menuntut penggunaan akal. Dari sini, maksimalisasi akal adalah sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar lagi dalam memperbaharui ilmu-ilmu agama. Perintah penggunaan akal ini tidak bersebrangan dengan seruan al-quran. Pasalnya, Al-Quran mengajak umat islam agar menggunakan dalil-dalil rasional untuk meneguhkan kaedah-kaedah  keagamaan mereka. Abduh melihat bahwa penggunaan akal dan mata-hati di ranah agama membutuhkan sebuah keberanian dan ketetapan hati. Pencari kebenaran melalui akal yang harus selalu sabar dan tidak terganggu oleh orang-orang yang mengancamnya. Ketika seorang beripikir maka yang ditakutkannya tak lain adalah celaan dan hinaan dari orang banyak, jika pemikirannya bersebrangan dengan pemikiran mereka. Barangkali dirinya takut ke jurang kesesatan jika menggunakan akalnya. Tetapi, menurut abduh, takut terjatuh ku jurang kesesatan adalah kesesatan itu sendiri. Kita tidak pernah mendengar keberanian seseorang dalam berfikir telah membuatnya sesat.

 KRITIK ATAS REALITAS PENDIDIKAN

Abduh mengkritik jadwal ujian umum beserta catatan-catatan yang direkomendasikan kepada kementrian pendidikan oleh pihak kepada sekolah dan pengawas ujian. Menurutnya, sebagian sekolah-sekolah tingkat dasar, baik negeri dan swasta, tidak berupaya sekuat tenaga untuk memasukkan “kaedah-kaedah dasar islam” ke dalam kurikulum pendidikan atau buku-buku yang dikhususkan untuk itu, meskipun perundang-undangan sudah menyebutkan bahwa sekolah-sekolah tingkat dasar islam bagi para anak-anak muslim tidak boleh mengabaikannya dalam keadaan bagaimana pun juga. Oleh karena itu, abduh menryarankan diwajibkannya pengajaran kaedah-kaedah dasar islam kepada anak-anak didik melalui guru Al-Quran Al-Karim. Dalam mengajarkan Al- Quran, menurut Abduh, sang guru ini harus menerapkan tiga dimensi sekaligus, yaitu hafalan, pemahaman, dan penerapan pada perilaku. Abduh juga menaruh perhatian besar pada pelaksanaan shalat di sekolah-sekolah. Abduh mengkritik beberapa sekolah negeri dan swasta yang tidak menyediakan tempat khusus untuk shalat(mushalla). Abduh pun kemudian mewajibkan setiap sekolah memiliki mushalla dan memerintahkan anak-anak didiknya agar mengerjakan shalat berjamaah dengan diimami oleh guru al quran atau guru ilmu nahwu. Jika pihak sekolah tidak mampu menyediakan musholla maka pelaksanaan shalat bisa dialihkan ke masjid terdekat dengan sekolah, hal mana yang menuntut perubahan jadwal ketika itu berbenturan dengan waktu-waktu shalat.
Kritik pedas juga dilontarkan abduh kepada tenaga guru-pendidik. Abduh mengkritik tenaga guru di sebagian sekolah swasta di mesir yang disebut orang-orang sebagai “fuqaha” dan mengecam mereka terkait proyek pendidikan di mesir. Abduh menandaskan, “ mereka tidak mengetahui apapun kecuali menghafal alquran secara lafazh tanpa makna. Jika terdapat seseuatu atas nama agama di otak mereka maka itu tak lebih dari sekedar tembahan yang berbahaya bahwa diri mereka telah merusak keadaan dari sebagaimana mestinya. Abduh juga mengkritik terhadap tenaga guru-pendidik di sekolah-sekolah negeri tingkat dasar yang saat ini sepadan dengan sekolah-sekolah unggulan. Memang benar bahwa mereka mengajarkan berbagai prinsip keilmuan. Tetapi, menurut abduh dan bahkan menurut setiap pendidik yang berhati bening dan sadar, pengetahuan-pengetahuan yang mereka ajarkan sama sekali tidak memiliki kaitan dengan kosakata-kosakata kehidupan mereka sendiri, sehingga membuat anak-anak didik tidak bisa mengambil faedah dan manfaat dari apa yang dipelajari. “ anak didik pun kehilangan waktunya yang dipergunakan untuk mencari ilmu pengetahuan tanpa faedah apa-apa. Ia pun kembali ke masyarakat dengan perilaku yang lebih buruk ketimbang perilaku anak-anak yang tetap dalam fitrahnya dan tidak tersebtuh oleh pendidikan. Abduh melihat bahwa sekolah sebenarnya telah mengusir anak-anak didik dari lingkungan tempat tinggal mereka. Mereka mendapati diri mereka tidak lagi mengenal lingkungan tempat dimana mereka hidup dan merasa terputus dari kebutuhan-kebutuhan dasar masyarakat setempat dan konteks kebudayaannya. Akhirnya, lulusan  sekolah tidak  mampu menghadirkan sesuatu yang baik dan baru bagi kehidupan masyarakatnya. Abduh juga menandaskan, “jika kita melihat pendidikan yang digalakkan oleh pemerintah dari sisinilainya, kita pasti segera bisa menyimpulkan bahwa pendidikan itu hampir tidak mampu kecuali membentuk seorang profesional di bidang tertentu yang menjadi mata-pencahariannya. Abduh juga menyoroti perihal buku-buku pelajaran yang gaya bahasanya melebihi jangkauan kemampuan anak didik, disampung metode pengajarannya sendiri yang tidak bisa membantu mereka untuk memahami materi. Oleh karena itu, abduh melihat perlunya penyusunan buku-buku pelajaran yang baru yang ditulis secara sederhana dan familiar dengan akal para anak didik.

KEPERCAYAAN TERHADAP PENDIDIKAN

Kepercayaan muhammad abduh terhadap pendidikan di dalam proyek reformasi hampir tanpa batas. Abduh melihat bahwa “manusia tidak akan menjadi manusia hakiki kecuali dengan pendidikan kepercayaan terhadap pendidikan adalah ungkapan terhadap kebahagiaan yang sesungguhnya jadi, dia akan mendidik dirinya dirinya demi mencintai orang lain, dan dia akan mencintai orang lain demi dicintai orang lain”. kepercayaan abduh atas pendidikan telah mendorongnya untuk menganjurkan kalangan kaya di mesir agar mengulurkan tangan kepada dunia pendidikan dengan mendirikan sekolah- sekolah.  Sebab kalangan miskin di mesir tentu tidak memiliki sekolah-sekolah. Sebab, kalangan miskin di mesir tentu tidak memiliki kemampuan untuk mewujudkan perangkat-perangkat materil pendidikan. Abduh juga mengajak pemerintah setempat agar membuat perundang-undangan yang bisa menjamin kualitas pendidikan disana. “ bagi orang-orang kaya di antara kita, yang takut dikalahkan oleh orang lain dan dianiaya oleh orang-orang  zhalim, agar bersatu dan saling bekerjasama, lau menginfakan sebagian hartanya untuk membuka sekolah-sekolah dan memperluas medan-medan pendidikan sehingga pendidikan menjadi merata, penyakiy-penyakit akal dan pemahaman yang ada di negeri akan hilang dan tercerabut, ruh kebenaran dan perbaikan akan tumbuh berkabang, jiwa-jiwa pun akan terdidik, dan perbaikan akan terjadi.

PROYEK REFORMASI PENDIDIKAN DI MESIR

Adapun terkait sekolah-sekolah negeri tingkat dasar, abduh melihat pengawasan terhadap materi-materi pelajaran yang disampaikan prinsip-prinsip dasar sejumlah ilmu pengetahuan harus diajarkan, bukan sebagai pengetahuan teoritis belaka, melainkan sebagai pengetahuan yang berbagai sisinya terkait langsung dengan kehidupan dan dunia kerja. Dalam hal ini, abduh kemudian mencontohkan kaedah-kaedah dasar berhitung . ilmu ini mestinya tidak diajarkan hanya sebatas teori saja sebagaimana umum berlaku di sekolah-sekolah mesir pada masa dulu,tetapi harus diaplikasikan dalam bentuk latihan-latihan kongkrit atau perhitungan dengan neraca dan semisalnya. Abduh kemudian menyebutkan sejumlah kurikulum pendidikan lainnya yang mesti diajarkan, seperti dasar-dasar etika keagamaan dan kaedah-kaedah umum perundang-undangan, “sehingga anak didik bisa mengetahui dari jenis apa dan di dalam kategori apa diri mereka berada di dalam pemerintahan. Adapun terkait sekolah-sekolah tingkat menengah dan tingkat perguruan tinggi, abduh sangat menekankan pengajaran akidah-akidah keagamaan yang “shahih dan orisinal. Ungkapan ini memiliki maknanya sendiri. Abduh ingin agar pendidikan keagamaan bisa menjadi jalan penerang dan obor reformasi

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
© DIVISI KOMINFO BEMP PAI 2019/2020
© BEMP Pendidikan Agama Islam 2019/2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jangan pandang

Resume Buku "Robohnya Dakwah di Tangan Da’i"

Menuju 2019 : Napak Tilas Konstelasi Pemerintah Sebelumnya