MENEGAKAN KHILAFAH : KONSTESTASI SIMBOL ATAU SUBTANSI ?

MENEGAKAN KHILAFAH : KONSTESTASI SIMBOL ATAU SUBTANSI ?
Oleh : Ridwan Arifin Shoheh

Kontestasi politik bergemuruh menuju puncak Pilpres. Berbagai isu-isu hangat kedua Capres tersebut ramai di dunia maya. Sudah menjadi lumrah politik diramaikan berbagai asumsi positif ataupun negatif, mulai bersifat penyerangan satu pihak kepada pihak yang lainnya, memperkuat promosi diri, bahkan sampai muncul berbagai propaganda yang saling menjatuhkan. Saat ini gempar diperbincangkan perihal khilafah yang dikaitkan dengan Pilpres. Fenomena ini memberikan pemaknaan yang saling bertentangan lantaran penggunaan konsep khilafah diartikan ke dalam dimensi yang berbeda. Perlu sebagai pembaca mengetahui pemahaman yang gamblang dan efektif tentang perbincangan tersebut. Agar terhindar dari pengalihan isu-isu kepada sikap penyoratif atau menjelek-jelekkan.

Pertama, secara bahasa khilafah merupakan bentuk Masdar dari khalafa-yakhlufu yang berarti menggantikan. Dalam konteks ini, khilafah dimaknai sebagai sistem kepemimpin universal bagi seluruh muslim untuk menerapkan hukum-hukum Islam serta mengemban dakwah Islam sampai ke pelosok negeri.

Kedua, konsep khilafah yang belakangan ini diperdayakan atas dasar kepentingan kelompok. Di mana hal ini kerap terjadi sejak Khilafah Turki Utsmani tumbang pada tahun 1924. Keruntuhan ini berdampak keberadaan umat Islam terpuruk lebih dari 13 abad, baik dalam bidang politik, ekonomi, budaya, militer, ilmu pengetahuan dan terknologi maupun yang lainnya. Di samping itu, penjajahan dilancarkan oleh Barat terhadap dunia Islam diduga kuat menjadi motivasi kelompok umat Islam untuk kembali terhadap sistem Khilafah Islamiyah yang pernah sampai kepada kejayaan Islam di masa silam. Maka  khilafah menjadi isu pergerakan Islam dengan misi dan agenda politik membangun kembali Daulah Islammiyah Internasional. Hemat penulis, hal demikian mengakar sampai kepada lahirnya ISIS di Syiria dan Irak. Bahkan sampai ormas Hizbut Tahrir Indonesia yang memiliki keterkaitan sejarah berdırınya dengan berbagai paham intoleran, radikal bahkan terorisme.

Ketiga, penerapan khilafah oleh Nabi shallaahu alaihi wasallam sudah gamblang berdasarkan sejarah. Sistem pemerintahan yang melindungi dan menjamin warganya untuk mengamalkan dan menerapkan ajaran agama. Ini menjadi cermin bahwa negara dengan asas Pancasila sudah final memberikan keserasian hidup bermasyarakat yang beragam. Kenyamanan dan ketentraman sudah dirumuskan dalam nilai-nilai Pancasila. Yang kemudian menjadi kewajiban mengamalkan nilai luhur yang sudah menjadi kesepakatan dalam bernegara dan bermasyarakat.

Keempat, umat Islam tidak boleh terjebak dalam simbol-simbol dan formalitas nama yang tampaknya Islami, seperti halnya penawaran untuk mensyariahkan Indonesia dengan sistem khilafah menurut versı kelompok menyimpang tetapi wajib berkomitmen pada substansi segala sesuatu. Dalam pedoman yang populer di kalangan para ulama dikatakan : العبرة بالجوهر لا بالمظهر “ Yang menjadi pegangan pokok adalah substansi, bukan simbol atau penampakan lahiriah. Artinya, tidak masalah dengan bentuk Negara, tetapi yang penting bahwa Negara menjamin terselengaranya jaminan kebebasan beribadah, mensyiarkan Islam dan menghidupkan Islam.  Hal yang sama misalnya dalam pedoman lain yang juga populer ”العبرة بالمسمى لا بالاسم “Yang menjadi pegangan pokok adalah sesuatu yang diberi nama, bukan nama itu sendiri. Artinya, umat Islam jangan terjebak pada nama yang seolah Islam tetapi tidak mengandung nilai Islami. Pancasila tidak menggunakan nama Islam, tetapi sejatinya keseluruhan sila mencerminkan subtansi Islam. Dengan demikian, memperjuangkan tagaknya nilai-nilai substantif ajaran Islam dalam sebuah Negara-apapun nama negara itu, Islam atau bukanjauh lebih penting daripada memperjuangkan tegaknya simbol-simbol negara Islam tetapi justru menimbulkan mafsadah yang lebih besar. Mudharat yang muncul dari egoisme kelompok dalam menegakkan simbol-simbol itu sangat berbahaya dalam konteks bernegara yang majemuk seperti Indonesia.



➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
© DIVISI KOMINFO BEMP PAI 2019/2020
© BEMP Pendidikan Agama Islam 2019/2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jangan pandang

Resume Buku "Robohnya Dakwah di Tangan Da’i"

Nikmatnya Menghafal