Isra Mi'raj
ISRA' MI'RAJ
Oleh : Syaiful Ma'arif
بسم
الله الرحمن الرحيم
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ
الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ
مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ (الاسراء)
الحمدلله الذي أظهر للوجوج محبته في لبلته الاسراء ۞ فسبحان من اسرى
و بورك من سرى ۞ صلى الله و سلم على هذا العبد المحبوب الذي ارتقى أعلى ذرى ۞ و
اعتلى أعلى رتبه فلله در من قال رتب تسقط الأمان حسرا ۞ سيدنا محمد أفضل خلقه و
برا ۞ و على اله و صحبه خيار الوراى ۞ أما بعد
Puji syukur kepada Allah Subhanallahu wa ta’ala
yang telah menciptakan langit dan bumi seluas mata memandang, yang di isinya dengan makhluk ciptaan-Nya. Yang telah
menjadikan malam dan siang silih berganti serta memperjalankan seorang hamba
pilihan-Nya ditengah malam sunyi dengan kecepatan kilat.
Sholawat agung berserta salam tidak pernah kering
tersanjung dari lisan-lisan pengharap syafa’at hari kiamat kepada hamba pilihan
sang pemberi rahmat. Sayyidana Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam.
Isra’ wal Mi’raj adalah bentuk legatitas serta
pengukuhan kepada Nabi Muhammad sebagai utusan Allah dan sebagai nabi akhir
zaman. Allah memperjalankan Nabi Muhammad ditengah malam yang sunyi berangkat dari Masjid Al-Haram di kota makkah
dan tiba di Masjid Al-Aqsa di kota Palestina dengan waktu yang sangat singkat
dengan kecepatan cahaya. Menaiki tunggangan mulia dari surga yang disebutnya
buroq yang langkah kakinya berjarak mata memandang.
Tentang waktu kapan Rasulullah Isra’ dan Mi’raj ulama
berbeda pendapat, ada 10 pendapat tentang perbedaan waktu Isra’ dan Mi’raj
tetapi telah dikerucutkan menjadi 7 perbedaan ulama. Ada yang berpendapat bahwa
waktu nabi diperjalankan itu pada bulan Ramadhan, ada juga yang berpendapat
pada bulan Rabiul Awwal, ada juga yang bulan Rajab.
Sebagaimana yang paling banyak diambil pendapatnya
adalah pada bulan Rajab. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam An-Nawawi dalam
suatu riwayat. Pendapat ini diikuti oleh mayoritas ulama setelahnya. Pun
perbedaan pendapat lagi mengenai tanggalnya meskipun sama-sama sepakat bulan
rajab adalah bulan dimana Rasulullah Isra’ wal Mi’raj. Lagi lagi
pendapat yang paling banyak yang sering dijadikan pedoman yaitu pada tangal 27
Rajab tepatnya. Tetapi meskipun banyak perpedaan bukan menjadi suatu hambatan
untuk para mujtahid dan ulama ulama terdahulu begitu juga ulama kini menemukan persatuan.
Adapun yang menjadi sebuah pertanyaan yang sering kali
ditanyakan, apakah Nabi Muhammad Isra’ wal Mi’raj dengan jasad dan ruhnya, atau
hanya sekedar jasad tanpa ruhnya. Hal ini menjadi perbedaan pendapat banyak
ulama, diantaranya banyak diantara mereka berpendapat bahwa nabi Isra’ dan
Mi’raj hanya dengan ruhnya tanpa ada jasadnya seperti halnya mimpi
manusia-manusia pada umumnya dikala tidur. Namun juga ada pendapat yang
berpendapat bahwa nabi Isra’ dan Mi’raj dengan jasad dan ruhnya dalam keadaan
sadar. Semua yang dikenakan nabi pada saat itu baju serta sandalnya pun ikut
bersama nabi selayaknya kehidupan seperti biasanya. Ini adalah pendapat yang
paling banyak diambil. Itu adalah salah satu mukjizat nabi Muhammad. Kedua
pendapat ini sama sama kuat yang dilandasi dengan dalil-dalil yang kuat dari
hadits-hadits nabi.
Ada juga pendapat yang ketiga, yaitu ulama perpendapat
bahwa nabi Muhammad Isra’ dan Mi’raj tidak sekali tetapi beberapa kali. Sekali
yang terbesar dan menjadi sebuah mukjizat Isra’ dan Mi’raj dengan jasad dan
ruhnya sedangkan yang beberapa kali, nabi Isra’ dan Mi’raj hanya dengan ruhnya
tanpa ada jasadnya.
Pendapat yang mengemukakan bahwa nabi Isra’ wal Mi’raj
hanya dengan ruh adalah riwayat yang sangat banyak yang diambil dari ucapan
Sayyidah Aisyah radhiyallahu ‘anha: “dimalam itu, Rasulullah tidak
pernah berpisah jasadnya dariku”. Ini adalah ucapan istrinya nabi yang
selalu bersama nabi menafikan Isra’ Mi’raj dengan jasadnya. Dari ucapan inilah
ulama mengambil pendapat bahwa nabi pun Isra’ dan Mi’raj hanya dengan ruhnya
saja. Berarti, Nabi Muhammad Isra’ dan Mi’raj tidak hanya sekali tetapi
berkali-kali sekali. sekali yang paling besar yaitu dengan ruh dan jasadnya, dan
beberapa kali hanya dengan ruhnya saja tanpa dengan jasad.
Jika diperhatikan dengan teliti Rasulullah tinggal
serumah dengan Aisyah setelah hijrah ke Madinah. Sedangkan surat Al-Isra’:1
berbunyi;
مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى
“dari masjid Al-Haram ke Masjid Al-Aqsa”
Masjid Al-Haram terletak di kota Makkah sedangkan
Rasulullah dan Sayyidah Aisyah tinggal serumah ketika sudah berada di kota
Madinah. Inilah tambahan pengetahuan yang bisa diambil bahwa benar kalau nabi
Isra’ dan Mi’raj tidak hanya sekali saja. Dan terbukti bahwa cerita yang
diceritakan Aisyah menyatakan bahwa nabi diisra’kan hanya dengan ruh.
Satu pertanyaan besar lagi yang tidak dipungkiri
tertanam dalam hati umat islam masing-masing. Tidak banyak orang yang ingin bertanya
tentang pertanyaan ini, takut dianggap menistakan dan melecehkan agama. Tetapi
muslim yang baik adalah muslim yang kritis dan selalu bertanya, bertanyanya dan
etika dan sopan santun yang telah diajarkan.
Banyak orang pastinya sering bertanya dalm hatinya, apa
mungkin peristiwa Isra’ wal Mi’raj itu benar-benar terjadi? Dalam logika akal
sehat manusia pasti hal tersebut mustahil dengan berjalannya dari kota Makkah
menuju kota Palestina dalam waktu satu malam. Sedangkan para pedagang yang
ingin berdagang harus menempuh waktu berbulan-bulan baru bisa sampai ke kota
Syam.
Akal manusia yang selalu melogikakan setiap keadaan
pasti menolak kejadian ini, sebab tidak ada yang percaya jarak yang begitu jauh
hanya ditempuh dalam waktu satu malam dan dengan kecepatan cahaya. Mungkin jika
non-muslim bertanya masalah ini wajar saja jika mereka tidak akan percaya,
sebab mereka tidak mengerti dan harus diberi tahu. Sedangkan umat muslim
memaksakan percaya dengan akalnya tetapi hatinya menolak dengan berbagai pertanyaan
didalamnya.
Ibnu Abbas pernah berkata, “Aku
pernah menanyakan satu masalah kepada 30 orang sahabat.” Ketika dia
ditanya, “Bagaimana kau memperoleh ilmu?” jawabnya, “Dengan bertanya
dan berpikir.” Dia dikenal sebagai ulama yang kaya ilmu.
Bukan logika kita yang salah tetapi pertanyaan yang ada
dihati kita yang salah. Bertanya mungkin atau tidaknya Rasulullah melakukan
perjalanan dengan jarak yang amat jauh tersebut dengan sekejap mata adalah hal
yang sangat mungkin. Kenapa demikian? Padahal logika manusia menolak itu
semua.
Jika diperhatikan secara baik baik dan teliti tidak ada
yang mengatakan bahwa nabi berjalan dari kota Makkah ke Kota Palestina. Pun
nabi juga tidak pernah berkata, “aku melakukan perjalan Isra’ dan Mi’raj” pun
dalam ayat suci manapun juga tidak ditemukan perkataan yang demikian.
Sebenarnya, jawabannya sudah tertera dan terjawab dalam surat Al-Isra’ ayat 1
tersebut.
Perhatikanlah surat Al-Isra’ ayat 1 beserta
terjemahannya
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى
بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى
........
“maha suci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya pada malam hari dari masjid Al-Haram ke
masjid Al-Aqsha..”
Dalam kitab Amtsilah at-Tashrif pada al-bab
ats-tsaani min al-tsulatsi al-mujarod dapat kita lihat ada fi’il yang
memiliki wazan
سَرَى – يَسْرِى – سِرَايَةَ
Yang memiliki arti; berjalan
Sedangkan Dalam kitab Amtsilah at-Tashrif pada al-bab
al-awal min al-tsulatsi al-mazid biziyadah hamzah qoth’i fil awwalihi dapat
kita lihat ada fi’il yang memiliki wazan
أسْرَى – يُسْرِى - اِسْرَاءً
Yang memiliki arti; memperjalankan
Sudah diterangkan jelas dalam terjemahan surat al-Isra’
ayat 1 yang diberi tanda merah, Allah yang memperjalankan bukan nabi yang
berjalan dengan sendirinya. Ada perbedaan makna antara “berjalan” dan
“memperjalankan”.
Dalam hal ini sudah sangat jelas bahwa nabi itu
diperjalankan bukan berjalan. Jika diperjalankan berarti ada yang
memperjalankannya. Tetapi jika Nabi berjalan berarti berjalan dengan
kemampuannya sendiri. Sangat mustahil memang ketika manusia biasa dapat berjalan
menempuh jarak yang jauh hanya dalam waktu sekejap saja. Tetapi hal ini tidak
mustahil bagi Allah. Allah sebagai pelaku yang memperjalankan Hamba-Nya dengan
kemampuan dan kekuasan-Nya.
Tidak ada yang mustahil bagi Allah karena kekuasan
Allah maha segalanya. Jangan pernah menyamakan antara khaliq (pencipta)
dengan makhluk (objek yang diciptakan). Akal dan kemampuan manusia tidak
bisa mengukur seberapa besar keagungan Allah shubhanallahu
wata’ala
Komentar
Posting Komentar