2 Kesalahan dalam Memperingati Isra' Mi’raj

2 Kesalahan dalam Memperingati Isra' Mi’raj
Oleh : Arip Suprasetio

Isra’ Mi’raj adalah perjalanan Rasulullah dari Masjid al aram ke Masjid al Aqsha berangkat menaiki Buraq (seekor binatang surga yang bentuknya lebih besar dari keledai dan lebih kecil dari kuda yang mampu melompat sejauh pandangannya). Dari Masjidil al Aqsha perjalanan di lanjutkan menuju langit ke tujuh. Perjalanan Isra’ Mi’raj hanya ditempuh selama kurang lebih sepertiga malam dan Rasulullah melakukannya dalam keadaan nyata dan sadar dengan ruh dan jasadnya. Namun, akhir-akhir ini menyebar luas di media mengenai kesalahan dalam memperingati Isra’ Mi’raj. Mari kita simak apa saja kesalahan tersebut :

1.      Bid’ah
Beberapa orang mengatakan bahwa memperingati Isra’ Mi’raj merupakan perkara yang bid’ah. Padahal isi ketika memperingati Isra’ Mi’raj yaitu pembacaan dzikir, tahlil, sejarah Nabi Muhammad serta ceramah. Jika perbuatan baik itu dikatakan bid’ah maka anda telah mempersempit keleluasaan yang telah Allah berikan kepada hamba-Nya untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik yang belum pernah ada pada masa Nabi.

Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam telah bersabda:
"مَنْ سَنَّ فِيْ الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَىْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِيْ الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ" (رواه مسلم)

Maknanya : "Barang siapa merintis (memulai) dalam agama Islam sunnah (perbuatan) yang baik maka baginya pahala dari perbuatan tersebut juga pahala dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya tanpa berkurang sedikitpun pahala mereka, dan barang siapa merintis dalam Islam sunnah yang buruk maka baginya dosa dari perbuatan tersebut juga dosa dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya tanpa berkurang dosa-dosa mereka sedikitpun" (H.R. muslim)

Sebagaimana perbuatan baik yang dilakukan oleh Sahabat Umar ibn al Khaththab setelah mengumpulkan para sahabat dalam shalat tarawih dengan bermakmum kepada satu imam Beliau mengatakan:  "نِعْمَ البِدْعَةُ هذِهِ" (H.R. al Bukhari).

Baca juga : Hikmah Isra dan Miraj Nabi Muhammad Saw

Maknanya: "Sebaik-baik bid'ah adalah ini" (H.R. al Bukhari dalam Shahih-nya)
Selain itu ada juga hadist yang diriwayatkan Sayyidah ‘Aisyah –semoga Allah meridlainya- ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda :
"مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ" رواه البخاريّ ومسلم
Maknanya : "Barang siapa yang berbuat sesuatu yang baru dalam syari'at ini yang tidak sesuai dengannya, maka ia tertolak".  (H.R. al Bukhari dan Muslim)

Jelas hadits ini menunjukkan adanya bid'ah hasanah. Karena seandainya semua bid'ah sesat tanpa terkecuali niscaya Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam akan mengatakan:
 مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هذَا شَيْئًا فَهُوَ رَدٌّ ; Barangsiapa merintis hal baru dalam agama kita apapun itu maka pasti ditolak. Namun ketika Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam menyatakan:
"مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ" ini artinya bahwa perkara baru ada dua: pertama yang tidak termasuk agama karena memang menyalahi kaedah-kaedah dan dalil-dalil syara' sehingga tergolong bid'ah yang sesat. Kedua, bid'ah yang sesuai dengan kaedah atau dalil sehingga merupakan perkara yang sahih dan diterima dan disebut bid'ah hasanah.

Dari sinilah Imam Syafi'i –semoga Allah meridlainya- menyimpulkannya :
"الْمُحْدَثَاتُ مِنَ  اْلأُمُوْرِ  ضَرْبَانِ  : أَحَدُهُمَا : مَا أُحْدِثَ ممَّا يُخَالـِفُ  كِتَابًا أَوْ سُنَّةً أَوْ أَثرًا أَوْ إِجْمَاعًا ، فهَذِهِ اْلبِدْعَةُ  الضَّلاَلـَةُ، وَالثَّانِيَةُ : مَا أُحْدِثَ مِنَ  الْخَيْرِ  لاَ خِلاَفَ  فِيْهِ  لِوَاحِدٍ  مِنْ  هذا ، وَهَذِهِ  مُحْدَثَةٌ  غَيْرُ مَذْمُوْمَةٍ" رواه الحافظ البيهقيّ في كتاب " مناقب الشافعيّ"
"Perkara yang baru terbagi menjadi dua bagian. Pertama sesuatu yang menyalahi al Qur'an, Sunnah, Ijma' atau Atsar (apa yang dilakukan atau dikatakan sahabat tanpa ada di antara mereka yang mengingkari), inilah bid'ah yang sesat. Kedua perkara yang baru yang baik dan tidak menyalahi al Qur'an, Sunnah, maupun Ijma', inilah sesuatu yang baru yang tidak tercela ". (Diriwayatkan oleh al Bayhaqi dengan sanad yang sahih dalam kitabnya Manaqib asy-Syafi'i.) Selain itu bukankah hukum asal segala sesuatu adalah boleh selama tidak ada dalil yang mengharamkan. Agama Allah mudah tidaklah sulit. Dan karena inilah para ulama di semua negara Islam selalu melaksanakan peringatan isra’ mi’raj dan maulid Nabi di mana-mana. Dapat disimpulkan memperingati isra’ mi’raj merpakan bid’ah hasanah (Perbuatan baik yang dianjurkan untuk dikerjakan). Semoga Allah senantiasa memberikan kebaikan dan melimpahkan keberkahan Nabi shallallahu 'alayhi wasallam kepada kita semua, Aamiin.

2.      Menjadikan Dalil Bahwa Allah berada di atas   ‘Arsy

Inilah kesalahan selanjutnya menyakini bahwa Allah ada di atas ‘Arsy dengan dalil Rasulullah melakukan mi’raj ke atas langit ke-7. 'Arsy, yaitu makhluk Allah yang paling besar bentuknya (H.R. Ibn Hibban) dan makhluk kedua yang diciptakan Allah setelah air (Q.S.Hud : 7).

Imam al Bayhaqi mengatakan : "Para ahli tafsir menyatakan bahwa 'arsy adalah benda berbentuk sarir (ranjang) yang diciptakan oleh Allah. Allah memerintahkan para malaikat untuk menjunjungnya dan menjadikannya sebagai tempat ibadah mereka dengan mengelilinginya dan mengagungkannya sebagaimana Ia menciptakan ka'bah di bumi ini dan memerintahkan manusia untuk mengelilinginya ketika thawaf dan menghadap ke arahnya di saat shalat" (lihat al Asma' wa ash-shifat, hlm. 497). '

Arsy bukanlah tempat bagi Allah, karena Allah tidak membutuhkan tempat. Sayyidina 'Ali berkata :
إن الله خلق العرش إظهارا لقدرته ولم يتخذه مكانا لذاته
(رواه أبو منصور البغدادي في الفرق بين الفرق)
Maknanya:"Sesungguhnya Allah menciptakan 'arsy untuk menunjukkan kekuasaan-Nya, dan tidak menjadikannya tempat bagi Dzat-Nya". (Riwayat Abu Manshur al Baghdadi dalam al farq bayna al firaq, hlm : 333)

Dari sini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa tujuan dari Isra' dan Mi'raj bukanlah bahwa Allah ada di arah atas akan tetapi tujuan dari Isra’ Mi’raj yaitu memuliakan Rasulullah dan memperlihatkan kepadanya beberapa keajaiban ciptaan Allah sesuai dengan firman Allah dalam surat al Isra' ayat 1 ( لنريه من آياتنا ) Maknanya: "Agar kami memperlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda kebesaran kami". Peristiwa ini juga bentuk mengagungkan beliau sebagai Nabi akhir zaman dan sebaik-baik nabi di antara para nabi, sekaligus sebagai penguat hati beliau dalam menghadapi tantangan dan cobaan yang dilontarkan oleh orang kafir Quraisy terlebih setelah ditinggal mati oleh paman beliau Abu Thalib dan isteri beliau Khadijah.

Semoga kita semua dapat terhindar dari kesalahan-kesalahan terkait peristiwa Isra’ Mi’raj.
Wallahu ‘alam


➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
© DIVISI KOMINFO BEMP PAI 2019/2020
© BEMP Pendidikan Agama Islam 2019/2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jangan pandang

Resume Buku "Robohnya Dakwah di Tangan Da’i"

Nikmatnya Menghafal