Refleksi Hari Sumpah Pemuda; Bumi Pertiwi Ia Bunda Kita Bersama
Refleksi Hari Sumpah Pemuda; Bumi Pertiwi Ia Bunda Kita
Bersama
Oleh : Remy Hastian
Perjuangan kokoh itu ditemani langkah-langkah berani untuk
membela bumi pertiwi yang kian sengsara. Lambaian elok padi di siang hari
mengejawantahkan kesejukan hati para penerus negeri.
Dalam berjumpa dengan rembulan, kaum termajinalkan bersaksi,
yang setiap malamnya terbangun karena suara bising kendaraan. Gerobak dan
jalanan menjadi saksi jika mereka berteriak dalam sanubarinya yang amat dalam,
"negeri ini harus lebih baik".
Tatkala ku melihat, di sisi lain saudara seperjuangan ada
yang menangis, merongrong, mengeluskan tangan ke perutnya seperti ku mengira
ada yang salah dengannya.
"Lapar"
Satu kata yang membuatku terhenyut, membandingkan kesejukan
di siang hari tadi, dengan kemakmuran terhampar luas di negeri ku, bumi
pertiwi.
Saudaraku, kita pernah merasakan keresahan kolektif dalam
jangka waktu yang sangat lama, para pendahulu kita pernah mendirikan Indische
Vereeniging atau Perhimpunan India yang kemudian menjadi Perhimpunan
Indonesia, tahun 1908. Organisasi pemuda, pelajar, dan mahasiswa Hindia di
negeri Belanda ini kemudian menerbitkan koran Indonesia Merdeka. Dalam terbitan
pertama menyatakan tentang kemauan besar bangsa Indonesia untuk merebut kembali
hak-hak dan menetapkan kedudukan atau keyakinan di tengah-tengah dunia, yaitu
sebuah negara Indonesia yang merdeka.
Semangat Nasionalisme dan Patriotisme itu dipertegas dengan
satu ikrar yang menyatukan pemuda di bumi nusantara. Tanggal 28 Oktober 1928,
dalam sumpahnya para pendahulu mengakui untuk generasi muda Indonesia bertumpah
darah satu, berbangsa satu, dan menjunjung bahasa persatuan, yaitu Bahasa
Indonesia.
Saudaraku, kita telah melewati fase-fase menegangkan dalam
kontestasi peperangan yang ada di dunia. Jika ku paparkan hebatnya negeri kita,
engkau pun sudah amat tahu bukan? Kita memang sangat sulit seperti Roem yang
pintar berdialektika untuk membela negeri ini lewat diplomasinya.
Kita memang sangat sulit, seperti Thamrin muda yang berjuang
di tatanan birokrasi para penjajah, Gemeenteraad hingga Volksraad. Tokoh
yang sangat dekat dengan rakyat jelata, mengenal Ibukota negeri ini di
zamannya.
Kita pun, sangat sulit seperti Mohammad Yamin muda yang
merumuskan Rumusan Sumpah Pemuda pada sebuah kertas ketika Mr. Sunario sebagai
utusan kepanduan tengah berpidato pada sesi kongres terakhir. Sumpah yang
awalnya dibacakan oleh Soegondo dan kemudian dijelaskan panjang lebar oleh
Tokoh hebat nasional, Mohammad Yamin.
Dan saudaraku, sadarkah jika kita pemuda Indonesia pasca
reformasi tidak lagi dihadapkan pada diktatorianisme politik, tetapi dihadapkan
pada problem sosio- kemasyarakatan yang sangat akut. Seperti lemahnya kesadaran
dan kepekaan terhadap kondisi masyarakat?
Sumpah pemuda telah menembus kepentingan-kepentingan
individualis menjadi kolektif. Menjadikan identitas kebangsaan, menerobos
sekat-sekat ideologis antara islamisme, nasionalisme, dan marxisme yang dulu
pernah diperdebatkan Soekarno dan M. Natsir.
Sumpah pemuda bukanlah sebuah ajang formalitas yang hanya
diingat tanpa diamalkan. Sumpah yang sakral, menembus perbedaan suku, ras, dan
agama tanpa ada rasa yang tersakiti. Sumpah yang meyakini diri kita terhadap
persatuan itu masih ada.
Kini, bumi pertiwi nestapa terhadap keniscayaan yang
menggambarkan dirinya adalah bangsa yang besar, kaya, bahkan raksasa,
'harusnya'.
Saudaraku, kita sudah terlelap dengan sikap pragmatis,
hedonis dan konsumtif dalam berbagai persoalan yang terjadi.
Saudaraku, kita sudah lama berhibernasi terhadap cuapan,
"Reformasi" kepada pemerintah, tetapi tidak bisa melawan sistem New
Orba terhadap diri kita sendiri.
Saudaraku, perjuangan para pendahulu kita pahit, kau amat memahami itu. Jika
mereka membangun eskalasi bertahun-tahun untuk menyampaikan deklarasi persatuan
karena memang bumi pertiwi ini harus dibela.
Lantas, apa sulitnya kita pemuda yang sudah merdeka di
negerinya, menyampaikan narasi kebersamaan demi tegaknya bumi pertiwi di atas
keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan?
Sudah saatnya kita mewajari terhadap perbedaan gerakan,
organ, bahkan ke parta-ian yang digaungkan hanya untuk meraih title kekuasaan.
Dalam tujuan indah, persatuan negeri ini. Dalam orientasi yang mulia, membuat Bumi pertiwi kembali
berbahagia.
Hidup Mahasiswa!
Hidup Rakyat Indonesia!
Komentar
Posting Komentar