Ramadhan ku Indah, Seindah Ramadhanmu, kah?


Ramadhanku Indah,
Seindah Ramadhanmu, kah?

Oleh : Jauzaa Ronna Augustine

Bulan suci Ramadhan kini telah kita rasakan bersama. Bulan yang selalu dinantikan oleh kaum muslimin di penjuru dunia, karena begitu banyak keberkahan yang Allah lipat gandakan di setiap detiknya. Bulan yang selalu dijadikan momen untuk saling mengasihi dan menyayangi. Bulan yang selalu menjadi alasan untuk berkumpul bersama keluarga tercinta. Ah, indah sekali  bukan?
Namun, lamunanku tentang indahnya Ramadhan tiba-tiba terhenti. Terlintas sejenak, tentang Saudaraku yang saat ini tengah direbut kebahagiaannya. Saudaraku yang saat ini terancam keselamatannya, Saudaraku yang saat ini tengah didzalimi oleh kaum kafir karena mempertahankan tanah suci yang sangat berarti bagi seluruh kaum muslim di dunia. Apa kabarmu, Wahai Saudaraku? Ya, kalian, Wahai Saudaraku yang saat ini sedang berjuang di Palestina.  
Palestina, negeri yang dahulu penuh dengan kedamaian. Umat Muslim, Kristen, dan sebagian kecil Yahudi, hidup berdampingan tanpa ada kekacauan di dalamnya. Namun, berubah ketika Yahudi mulai serakah dan mengeluarkan ide-ide liciknya untuk merebut tanah Palestina dari tangan penduduknya. Yahudi yang awalnya hanya 'menumpang' di Palestina, semakin lama semakin tidak sopan dengan tuan rumahnya.
Pada tahun 1917, Palestina masih dalam kekuasaan Inggris. Lord Walter Rodschild seorang tokoh Yahudi Inggris menulis surat pada ratu Inggris, meminta tanah Palestina agar bisa didirikan sebagai negara Yahudi. Lalu, pemerintah Inggris memberikan  wilayah Palestina atas nama Deklarasi Balfour. Semenjak itu, makin banyak orang-orang Yahudi yang bepindahan ke tanah Palestina. Ketika semakin banyak Yahudi menempati tanah Palestina, mulailah timbul kekacauan. Pembantaian terhadap kaum Muslim yang pada saat itu kaum Muslim tidak mempunyai kekuatan apapun, sedangkan Yahudi dijamin  oleh Inggris.
Pada tahun 1948 pasca Perang Dunia II, terjadi pergeseran kekuasaan dari Inggris ke Amerika. Amerika dengan PBB-nya, yaitu Persatuan Bangsa-bangsa atau disebut United Nations menyetujui rencana dari orang-orang Yahudi mendirikan sebuah negara, yaitu negara Israel. Maka, pada tahun 1948 berdirilah negara Israel namun Ibukota-nya belum di Yerusalem. Ini adalah sebuah masalah besar untuk kaum muslimin, karena Yerusalem atau Baitul Maqdis yang di dalamnya ada Masjidil Aqsha adalah pusat dari segalanya. Masjidil Aqsha adalah tempat tersuci ketiga setelah Makkah dan Madinah. Umat muslim tidak boleh membiarkan Yerusalem ini disentuh sedikitpun oleh kaum Yahudi yang akan merebutnya.
Lalu, Apa kabar Yerusalem dan Saudara-saudaraku hari ini?
Baru-baru ini, presiden Amerika Serikat membuat amarah umat muslim di seluruh dunia memuncak. Donald Trump, dengan resmi memindahkan kedutaan Amerika Serikat ke Yerusalem untuk Israel pada tanggal 14 Mei 2018. Segala perlawanan pun dilakukan oleh Saudara kita melalui aksi-nya di perbatasan Gaza mulai pada tanggal 30 Maret 2018 hingga puncaknya pada tanggal 15 Mei 2018. Namun, Israel laknatullah menyerang Saudara kita dengan bom, tembakan sniper, dan gas air mata, hingga aksi ini banyak menggugurkan Saudara kita di sana. Mereka menghembuskan nafas terakhir nya dalam keadaan berjuang mempertahankan Al-Aqsha tercinta.
Saudara ku yang hari ini seharusnya menikmati setiap detik  keindahan Bulan Ramadhan, namun harus selalu siap siaga ketika sewaktu-waktu pasukan Israel itu datang menyerang. Belum lagi Ibunda yang sibuk menjaga anak-anaknya, Anak-anak yang kebingungan mencari keluarganya, Seorang Ayah yang bertahan hidup untuk keluarga-nya. Pernahkah kita berpikir, ketika kita sedang menikmati makan sahur, apakah Saudara kita juga merasakan itu? Ketika kita sedang menikmati hidangan saat berbuka puasa, dengan makanan yang bermacam-macam dan serba ada, Apakah mereka di sana juga seperti itu? Ketika kita sedang menjalankan ibadah tarawih setiap malam dengan tenang, Bukankah mereka merasa ketakutan?
Membayangkannya pun terasa begitu menyakitkan. Terasa miris ketika media-media mengirimkan keadaan di sana, tak pernah terbayang jika negara kita sendiri yang merasakannya. Mungkin kita tidak akan sekuat dan se-ikhlas saudara kita disana, atau justru mungkin malah mengeluh dengan keadaan seperti di sana. Kejam sekali rasanya, jika hari ini kita masih berdiam diri atau menghabiskan waktu Ramadhan ini hanya dengan senang-senang tanpa peduli dengan kondisi Saudara kita di Palestina.
Saudaraku, maafkan kami yang sampai saat ini masih terlihat biasa saja dengan apa yang menimpa kalian di sana. Maafkan kami yang tak mau tahu berapa banyak darah bertumpahan di sana. Maafkan kami yang enggan menengok bagaimana keluargamu di sana. Maafkan kami yang sudah dzholim ini. Jika saja hatimu  tak dipenuhi dengan iman, mungkin kau sudah mengadukan kami pada Sang Ilahi, kau akan mengadukan kami atas ke-tidakpeduli-an kami ini.
Saudaraku, jangan pernah merasa takut. Karena sejatinya, kitalah yang akan menjadi pemenangnya. Kalianlah yang dimaksud dalam suatu  hadis, yaitu: “Akan senantiasa ada sekumpulan dari umatku yang terus menegakkan kebenaran dan tegas melawan musuh. Tidak membahayakan perjuangan mereka walau dipinggirkan dan dirintangi kesusahan kecuali ujian (Ilahi) sampai datang ketentuan Allah. Mereka akan tetap sedemikian.” Sahabat bertanya: “Dimanakah mereka itu?” Baginda menjawab, “Mereka berada di Baitul Maqdis dan di kawasan sekitarnya.” (HR.Ahmad)
Melalui tulisan ini, penulis ingin menyadarkan bahwa Saudara seiman kita saat ini sedang berjuang mempertahankan Masjidil Aqsha, di mana Masjidil Aqsha dahulu adalah tempat mi'rajnya baginda Nabi Muhammad SAW, lalu Rasulullah memimpin shalat di mana jamaahnya adalah 25 rasul dan 160.000 nabi. Saudara kita sedang mewakilkan kita yang masih berdiam diri di sini. Segalanya telah mereka relakan di sana. Mulai dari kehilangan tempat tinggal, kehilangan bahan untuk makan sehari-hari, bahkan yang lebih menyakitkan adalah kehilangan keluarga, ataupun kehilangan salah satu anggota badannya akibat segala kedzhaliman yang dilakukan oleh Israel laknatullah.
Penulis juga ingin menyadarkan pembaca, agar mulai saat ini, jangan pernah putuskan bantuan-bantuan dan dukungan untuk saudara kita di sana. Jika bantuan berupa materil tak bisa kita lakukan, maka langitkanlah doa-doa terbaik untuk mereka di sana. Karena sejatinya, doa adalah senjata bagi kaum muslimin. Sejauh apapun jaraknya, namun doa tak pernah melihat itu. Doa akan sampai pada tujuannya. Allah-lah satu-satunya pembela kita, Allah-lah satu-satu nya tempat meminta. Sampaikanlah pada Sang Ilahi Rabbi, agar kita dipersatukan dengan Saudara kita yang telah berjuang mempertahankan Al Aqsha di syurga-Nya.

Aamiin Allahumma Aamiin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jangan pandang

Resume Buku "Robohnya Dakwah di Tangan Da’i"

Nikmatnya Menghafal