Momen Sakral Sumpah Pemuda sebagai Asimilasi Bangsa Indonesia
Momen Sakral Sumpah Pemuda sebagai Asimilasi Bangsa
Indonesia
Oleh: Reksy
Anggara
Menjadi bangsa besar tentu tak mudah. Ada berbagai rintangan
dan hambatan yang selalu menanti untuk dilaluinya. Perbedaan pendapat sudah
pasti nyata di depan mata. Yang terpenting adalah mengalahkan ego untuk
kepentingan bersama.
Tak terasa, kini moment yang begitu sakral tersebut telah
menginjak usia 90 tahun. Sebuah perjalanan yang tak singkat. Diawali dengan lahirnya
berbagai macam organisasi kepemudaan dari seluruh nusantara. Hingga akhirnya
mereka sadar, bahwa keadaan seperti ini tak boleh terus terjadi. Pada akhirnya
akan memicu konflik di kemudian hari. Lalu berkumpul untuk bersatu di bawah naungan
Bhinneka Tunggal Ika.
Dan pada akhirnya Sumpah Pemuda telah disepakati. Perbedaan
adalah jembatan menuju persatuan. Sejatinya,ikrar yang dibuat oleh pahlawan
bangsa pada masa itu bukan untuk sekedar dikenang lalu dibuang. Sumpah yang
mengatasnamakan negara yang plural merupakan kesadaran untuk berjuang.
Namun kenyataannya, seringkali kita terlalu bangga atas latar
belakang diri sendiri. Tanpa mau menghargai orang lain yang berbeda dengan
kita. Dan tanpa dosa, kita dengan lantang mencerca dan menghujatnya. Seakan
kita adalah makhluk sempurna diatas dunia. Untuk itulah Sumpah Pemuda ada.
Menyatukan berbagai elemen bangsa untuk bernaung di bawah payung persatuan.
Bukan hanya untuk generasi muda. Walaupun nama yang diambil dan pelaku
sejarahnya berasal dari kaum kaula, namun isi dan maknanya ditujukan untuk
semua rakyat Indonesia tanpa terkecuali.
Dan pada intinya, kesakralan Sumpah Pemuda sendiri dapat
kita jadikan bahan refleksi diri. Apakah kita telah menghargai orang lain?
Apakah kita telah menjunjung toleransi? Apakah kita telah menerima segala perbedaan
yang ada? Semuanya termaktub dalam satu tanah air, satu bangsa,dan satu bahasa,
yaitu Indonesia. Negeri yang akan membimbing kita menjadi sosok insan yang mampu
menerima perbedaan. Bukan menuju pada intoleran. Tak hanya menjadi pribadi yang
kuat raga, namun jiwa. Untuk menuju kerasnya persaingan dan ketegangan di antara
sesama. Alaa Bidzikrillahi Tathmainnul Quluub.Bismillah Namsyi Alaa
Barakatillah
Komentar
Posting Komentar