Jalan Suatu Dakwah
Jalan Suatu Dakwah
Oleh : Irma Khairunisa
Dakwah. Jika mendengar kata ini pasti identik
dengan mimbar, speaker dan ulama. Karena itulah objek yang tersedia ketika
seseorang melakukan dakwah. Namun, sejatinya dakwah tidak harus terealisasi
dengan mimbar, tempat yang memadai, sound system yang keras, dan ulama yang
tersohor. Dakwah itu mengajak, memberikan dorongan, motivasi kepada seseorang
untuk berbuat baik dan sejalan dengan Agama Islam. Bukan terus menerus dibuat panjang, secara
ringkas, jelas dan padat pun jika itu mengajak seseorang untuk berbuat kebaikan
yang diridhoi Allah juga merupakan Dakwah. Sebab Rasulullah SAW bersabda,
“Sampaikanlah dariku walau satu ayat." Tidak perlu menunggu waktu yang
pas, tempat yang memadai, dan orang yang hebat. Jika menemukan sebuah kesalahan
pada orang lain dan kita mampu untuk menyampaikannya, Mengapa tidak? Itu pun
disebut berdakwah.
Arus Dakwah selalu beragam setiap
zamannya. Begitu indah menjadi perbedaan dan begitu sempurna jika dibalut
dengan kesabaran. Banyak yang tersenyum karena keberhasilannya dalam
menyampaikan perintah Allah. Namun,
tidak jarang pula yang kecewa karena ketulian Sang Objek Dakwah untuk enggan
menerima apa yang pendakwah tuturkan. Yang berhasil itulah yang disebut dengan
Hidayah dari Allah Swt. Allah-lah yang memilih para hamba-Nya untuk tersampaikan
hidayah-Nya. Dan tugas seorang pendakwah tak perlu keras memaksa Sang Objek
Dakwah untuk melaksanakan apa yang kita katakan. Cukup sampaikan dengan baik
dan benar serta berdoa kepada yang Maha Membolak-balikkan Hati manusia untuk
membuka pintu hatinya yang selama ini selalu kering tak terbasahi oleh hidayah.
Menyadarkan masyarakat untuk melakukan
kebaikan memang merupakan tujuan utama seorang aktivis dakwah. Dalam konteks
ini, pendakwah tidak hanya menyampaikan ajaran agama yang ihwal dan sering
didengungkan oleh masyarakat luas. Tetapi, jauh dari itu. Pendakwah harus
membawakan dakwah yang manis dan histeris untuk mendorong para masyarakatnya
berupaya melakukan kebaikan sesuai Alquran dan Hadis. Seperti QS. Ali Imran
ayat 104 :
“Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan
mencegah dari yang mungkar. Maka merekalah orang-orang yang beruntung.”
Tentu,
ayat tersebut menjelaskan manusia di muka bumi ini diserukan untuk mendekati
kebaikan dan menjauhi kemungkaran. Sebab, mereka pun tahu imbalan apa yang
didapat jika melakukan kebaikan dan hukuman apa yang diperoleh jika berbuat
sebuah keburukan. Segala yang dilakukan itu memiliki pertanggung jawabannya kelak
di akhirat.
Hal yang terpenting bagi pendakwah
ialah menyampaikannya tidak hanya dengan satu cara, namun dapat menggunakan
cara lain yang mudah diterima masyarakat banyak. Seperti halnya Rasulullah SAW
yang menyampaikan dakwahnya melalui perkataan maupun perbuatan, sehingga Islam
menyebar di pelosok dunia dan eksistensinya tetap harum di pergantian
zaman. Dengan memberikan pemahaman
tentang luasnya kebaikan yang dapat dilakukan oleh masyarakat, mereka akan sadar
bahwa apa yang mereka kerjakan selalu kurang dan ingin terus menerus melakukan
kebaikan. Hasil yang seperti itu dapat tejadi apabila Sang Pendakwah harus
memiliki cara jitu yang di antaranya ialah bersabar, dekati masyakarat yang
ingin dijadikan objek dakwah dengan tingkah laku sopan, dan tidak lupa mencontohkan terlebih dahulu
apa yang ingin disampaikan. Sebab, menyerukan apa yang sudah kita lakukan akan
memberikan energi positif untuk masyarakat yang mendengar ketimbang menyerukan
namun hasilnya nol dalam diri kita.
Suatu hasil akan efektif jika dimulai
dari bawah. Seperti layaknya kita naik tangga. Dari tangga satu kita berjalan
untuk sampai ke tangga seribu. Begitupun dengan dakwah. Dari yang terkecil dahulu kita meniti seperti yang Rasulullah
contohkan. Mulai dari keluarganya, lalu sahabatnya hingga ke masyarakat kota
Mekkah, Madinah dan kota-kota lain. Mulai dari keluarga, sebuah organisasi kecil
yang semestinya mudah, layaknya dakwah Rasulullah SAW kepada istrinya Khadijah. Dan Khadijah pun ikhlas, ridho, dan setia memeluk agama Rahmatan Lil
'Alamin Sang Suami. Begitu manis jika hal tersebut yang terjadi. Namun, ada
pula yang begitu sulit dan pahit seperti dakwahnya Nabi Nuh a.s. yang selalu
menyampaikan dakwah kepada istri dan anaknya namun mereka semua menolak dengan
mudah apa yang disampaikan Sang Suami. Hingga mereka meninggal diterjang badai
dalam kekufuran.
Tentu sebagai hamba yang mencintai sepenuh hati
keluarga yang selalu menaungi kita dari kecil, ada keinginan untuk mengubah
mereka mendekat kepada Allah dan apa yang telah kita sampaikan dapat
terealisasikan dengan baik oleh semua anggota keluarga. Bagaimana caranya?
Kembali lagi mencontohkan seorang hamba yang diagungkan. Rasulullah SAW ketika
berdakwah kepada keluarganya, tidak semuanya mengikuti ajaran beliau dengan
setia dan ikhlas seperti Khadijah. Sang Paman, Abu Lahab menentang keras apa
yang beliau sampaikan bahkan Abu Lahab dan para pengikutnya selalu menuduh dan
mengecap Nabi Muhammad sebagai pembohong dan orang gila. Hal tersebut tak
membuat nyali Rasulullah SAW ciut dan enggan untuk melanjutkan berdakwah.
Beliau menjadikan penentangan tersebut sebagai motivasi dan ladang pahala
baginya. Apa pun yang terjadi Rasulullah SAW
telah siap mengahadapinya. Sebab beliau meyakini itu semua merupakan
ujian kesabarannya. Nah, pendakwah semestinya meniru Rasulullah SAW dalam
menyeru kebaikan kepada keluarganya. Sebab apa yang kita lakukan itu merupakan
cara perbaikan internal dan bertekad untuk membawa keluarga ke Jannah-Nya.
Suatu jalan dakwah itu beragam. Ada yang berat
bagai mencari jarum di tumpukan jerami namun ada pula yang mudah bagai air yang
mengalir di sungai yang tenang. Itu semua lukisan Sang Pencipta. Jika itu berat
merupakan cobaan dan jika itu mudah merupakan anugerah. Hanya kita saja yang
menghadapinya dengan ribuan sabar dan miliaran rasa syukur. Sebab kembali lagi,
Allah-lah yang menentukan di mana hidayah itu akan berlabuh.
Daftar pustaka :
Maulana Arabi, Khairi. 2017,Dakwah dengan Cerdas, Jakarta: Laksana.
Komentar
Posting Komentar